Heterosis
1. Pengertian
Heterosis disebut juga sebagai hybrid, adalah Perbedaan
antara rata –rata hasil keturunan dari suatu persilangan dengan rata –rata
hasil dari tipe tertuanya. Heterosis bukan mengacu pada penggabungan dua sifat
baik dari kedua tetua kepada keturunan hasil persilangan, melainkan pada
"lonjakan"/penyimpangan dari penampilan yang diharapkan dari
penggabungan dua sifat yang dibawa kedua tetuanya. Contoh paling jelas adalah
pada jagung hibrida. Penyimpangan ini sebagian besar bersifat positif, dalam
arti melebihi rata-rata penampilan kedua tetuanya dan menunjukkan daya
pertumbuhan (vigor) yang lebih besar. Dalam keadaan demikian (positif),
heterosis dapat dinyatakan dengan istilah hybrid vigor. Silangan yang
menunjukkan heterosis diketahui memiliki postur yang lebih besar, fertilitas
yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih cepat, serta ketahanan terhadap
penyakit yang lebih baik dari pada rata-rata tetuanya.
Sebagian besar ahli sepakat bahwa gejala heterosis adalah
kebalikan dari gejala depresi kawin-sekerabat (inbreeding depression), yaitu
efek penurunan penampilan pada individu keturunan perkawinan sekerabat.
2. Penemuan
Catatan pertama tentang hybrid dibuat oleh Kolreuter yang
pada tahun 1766 melaporkan hasil persilangan pada Nicotiana, Dianthus, Datura,
dan beberapa tumbuhan lainnya. Gregor Mendel, dalam eksperimen persilangannya
juga melaporkan (1865) adanya peningkatan tinggi tanaman pada generasi
persilangan. Gejala heterosis pertama kali diamati secara sistematik oleh
Charles Darwin, khususnya dalam buku klasiknya, The Effects of Cross and
Self-fertilisation in the Vegetable Kingdom (1876)[1], meskipun sejumlah
peneliti dan praktisi yang lebih awal diketahui telah mengetahui dan
mendokumentasikannya. Dalam berbagai seri persilangan tanaman yang
dilakukannya, Darwin
mengemukakan bahwa persilangan antara dua galur tanaman memberikan keturunan
yang penampilannya lebih baik dan bahwa pembuahan sendiri memberikan pengaruh
yang merugikan bagi generasi keturunannya. Walaupun demikian, ia tidak
memberikan penjelasan tuntas mengapa hal ini terjadi karena pada masanya
prinsip pewarisan genetik belum terumuskan.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 sejumlah peneliti
pertanian Amerika Serikat melakukan eksperimen yang melibatkan ribuan persilangan
menggunakan galur-galur jagung di daerah cornbelt dan mendapati hasil yang
serupa dengan yang dilakukan Darwin;
pada beberapa pasangan persilangan bahkan melebihi penampilan tetua terbaiknya.
Perbaikan penampilan ini akan menyusut secara drastis pada generasi F2 apabila
generasi F1 ini diserbuki sendiri (selfing) dan seterusnya hingga pada generasi
F6 atau F7 rerata penampilannya kembali seperti kedua tetuanya. Apabila galur-galur generasi lanjut ini
disilangkan, gejala serupa seperti generasi F1 kembali teramati. Para peneliti
yang terlibat dalam eksperimen besar inilah (di antaranya Beal, Shull, dan
East) yang kemudian memberikan penjelasan genetis atas gejala ini, menggunakan
teori berbasis Hukum Mendel, yang masih relatif baru pada masa itu.
3. Penjelasan genetis
Berdasarkan Hukum
Mendel dan teori genetika kuantitatif yang mulai berkembang pesat pada masa itu
muncullah dua teori utama yang menjelaskan dasar genetik heterosis dari tim
peneliti tersebut. Teori pertama dikemukakan oleh E.M. East(1908)[2] dan G.H.
Shull (1908)[3], disebut teori dominans-berlebih (overdominance theory), dan
yang kedua ditawarkan oleh Keeble dan Pellew (1910) [4] serta A.B. Bruce (1910)
[5] dan dikenal sebagai teori keuntungan dominans ( advantage of dominance
theory). Rasmusson (1933) selanjutnya menunjukkan kalau epistasis (interaksi
antara gen-gen pada lokus yang berbeda) dapat pula menjelaskan gejala
heterosis. Ketiga penjelasan genetis ini hingga sekarang masih memiliki
pengikut dan kini semakin jelas bahwa ketiga teori tersebut dapat bekerja
bersama-sama.
Penyebab genetis
nya adalah :
1. Mungkin sebagian tergantung
pada berkurangnya jumlah (atau bagian)
individu homozigot resesif untuk pasangan
gen dengan dominasi
lengkap atao sebagian dalam keturunan persilangan itu
dibandingkan
dengan rata –rata tertuanya.
2. Tergantung pada
peran gen dengan lewat dominasi dimana heterozigot
lebih unggul dari kedua homozigot.
3. Tergantung pada
interaksi epistatik dari pasangan –pasangan gen non
alelik.
4. Macam-macam heterosis
Di kalangan
pemuliaan atau penangkaran, heterosis seringkali dibedakan berdasarkan cara
penentuannya, untuk kepentingan studi dan praktis.
Heterosis antara
tetua (midparent heterosis) ditentukan sebagai penyimpangan penampilan
keturunan F1 dari rata-rata tetuanya. Penentuan heterosis ini diperlukan untuk
kepentingan kajian genetik namun kurang memiliki nilai praktis.
Heterosis tetua
terbaik (best/high parent heterosis) dihitung sebagai selisih penampilan
keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih baik. Istilah yang terakhir ini
di kalangan pemuliaan tanaman juga disebut heterobeltiosis.
Heterosis standar
digunakan pula dalam uji penampilan dan dihitung berdasarkan selisih penampilan
hibrida dengan varietas standar.
Kedua pengertian
heterosis terakhir ini lebih memiliki manfaat praktis.
5. Pemanfaatan
Heterosis adalah
gejala genetis yang luas dimanfaatkan dalam pembentukan varietas unggul tanaman
maupun biakan unggul hewan ternak atau timangan.
Sejak awal abad
ke-20 gejala heterosis telah dimanfaatkan dalam perakitan varietas hibrida.
Berbagai studi terhadap persilangan jagung yang dilaporkan oleh Shull dan East
pada tahun 1908 dan Jones (1918), dimulailah revolusi pertanian di Amerika
Serikat dengan dipasarkannya varietas jagung hibrida pada tahun 1920-an, yang
langsung menguasai pangsa penanaman hanya dalam waktu singkat. Penggunaan
varietas hibrida meluas pada tanaman ekonomis lainnya, seperti bit gula, bunga
matahari, sorgum, kapas, milet mutiara, kelapa, kakao, kanola, padi, serta
berbagai tanaman hortikultura (terutama sayuran dan tanaman hias, serta
beberapa tanaman buah-buahan).
Pemanfaatan pada
ternak baru dilakukan belakangan mengingat kesulitan dalam pembentukan galur
murni. Produksi biakan hibrida dimulai pada ayam, lalu diikuti oleh beberapa
hewan ternak lainnya.
Pemanfaatan gejala
heterosis melalui produksi varietas hibrida dianggap menjadi bagian dari
revolusi pangan pada abad ke-20.