Hazard
Analysis and Critical Control Point
(HACCP)
a. Hazard
Analysis and Critical Control Point (HACCP)
Konsep HACCP merupakan suatu
metode manajemen keamanan pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada
prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi
hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai
persediaan makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah
munculnya hazard tersebut. HACCP merupakan akronim yang digunakan untuk
mewakili suatu sistem hazard dan titik kendali kriti (Hazard analysis and
critical control point).
HACCP merupakan suatu sistem
manajemen keamanan makanan yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan
pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard yang mungkin akan muncul di dalam
proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan akan dapat ditempatkan
sebagaimana mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa keamanan makanan memang
dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan ketergantungan pada metode
tradisional seperti inspeksi dan pengujian.
b.
Penerapan HACCP
Sistem HACCP bukan merupakan
suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko), tetapi dirancang
untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. Analisa bahaya adalah salah
satu hal yang sangat penting dalam penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk
menetapkan rencana dalam rangka mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya
yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus
diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau yang memiliki resiko tinggi
yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan critical control point .
CCP atau Titik Kendali Kritis
didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian
dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau
diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah
diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau
beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan
tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan menggunakan CCP decision
tree untuk menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai
bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga
diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif
terhadap bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat
digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP
secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan
mikrobiologi.
Critical limit (CL) atau batas
kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan
pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai
batas aman. Batas ini akan memisahkan antara “yang diterima” dan “yang
ditolak”, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan
untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis
haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut
digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan
berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang
mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Untuk menetapkan CL maka
pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah komponen kritis yang berhubungan
dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki berbagai komponen yang harus
dikendalikan untuk menjamin keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat
digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam).
Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya
dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji
cepat untuk pengukuran tersebut.
Kegiatan pemantauan
(monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal terhadap
efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut
menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta
dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya
kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam
suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu
datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara
pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan
orang yang melakukan pemantauan.
Tindakan koreksi dilakukan
apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi
yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko
produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi
dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan
dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji
keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses
produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta
tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap Verifikasi adalah metode,
prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah
sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan
bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan
HACCP dapat dijamin.
Beberapa kegiatan verifikasi
misalnya:
1.
Penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat
2. Pemeriksaan
kembali rencana HACCP
3. Pemeriksaan
catatan CCP
4. Pemeriksaan
catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk
mengamati jika CCP tidak terkendalikan
5. Pengambilan
contoh secara acak
6. Catatan
tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana
HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan.
Verifikasi harus dilakukan
secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih
dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai
keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.
Dokumentasi program HACCP
meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut
dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu.
Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL,
tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang
verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada
inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga
digunakan oleh operator.
c.
YOGHURT
Walaupun terlihat sulit, pembuatan
yoghurt sebenarnya sangat sederhana. Alat-alat yang kita butuhkan tidaklah
terlalu rumit, seperti panci berukuran kira-kira 40 cm, sendok pengaduk, toples
kaca dengan tutup. Semua peralatan ini dapat diperoleh dengan mudah
dipasar-pasar atau pusat pembelanjaan. Bahan utama yang dibutuhkan untuk
pembuatan yoghurt hanyalah susu. Susu ini dapat berupa susu cair langsung
tetapi yang perlu diperhatikan susu yang digunakan harus susu putih.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
- Sterilisasi alat-alat dan wadah yang digunakan untuk pembuatan yoghurt.
- Siapkan susu yang sudah dicairkan dengan air matang sebanyak 1 liter lalu tambahkan susu krim sebanyak 15%.
- Masak dengan api kecil sambil diaduk terus selama 30 menit tetapi jangan sampai mendidih sekitar 90˚C. Hal ini hanya bertujuan untuk menguapkan air sehingga nantinya akan terbentuk gumpalan atau solid yoghurt.
- Jika sudah, solid yoghurt lalu diangkat dan didinginkan kira-kira sampai 43˚C
- Kemudian ditambahkan bibit yoghurt (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus ) sebanyak 2 – 5% dari jumlah yoghurt yang sudah mengental tadi. Bibit yoghurt memang tidak dijual di pasaran secara bebas tetapi dapat diperoleh disalah satu toko. Atau secara sederhananya kita dapat menggunakan yogurt yang plain (tanpa rasa tambahan), tanpa gula dan tanpa aroma sebagai bibit yoghurt.
- Dinginkan sekitar 3 jam dalam wadah tertutup untuk menghasilkan rasa asam dan bentuk yang kental pH sekitar 4,0-4,5.
- Semakin tinggi total solidnya maka cairan bening yang tersisa semakin sedikit, dan yoghurt yang dihasilkan semakin bagus. Solid yoghurt yang belum diberikan tambahan rasa ini dapat juga dijadikan bibit yoghurt untuk pembuatan selanjutnya.
- Setelah berbentuk yoghurt dapat ditambahkan sirup atau gula bagi yang tidak kuat asamnya, bahkan bisa ditambahkan dengan perasa tambahan makanan seperti rasa jeruk, strawberry dan leci yang dapat kita peroleh di apotek-apotek. Yoghurt dapat disajikan tidak hanya sebagai minuman, tetapi juga dapat disajikan bersama salad buah sebagai sausnya ataupun sebagai bahan campuran es buah.
- Yoghurt yang sudah jadi dapat ditempatkan di wadah plastik ataupun kaca. Jika ingin menggunakan wadah plastik sebaiknya yang agak tebal, akan tetapi bila ingin menyimpan yoghurt untuk waktu yang lebih lama sebaiknya menggunakan wadah kaca.
d.
Diagram Alir Proses
Produksi Yoghurt
e.
Analisa Bahaya pada Proses Produksi
Yoghurt
Tahap
|
Bahaya
|
Sumber Bahaya
|
Cara Pencegahan
|
Susu murni
|
Kontaminasi dari udara (debu,
bakteri yang tidak diperlukan)
|
Udara (mikroba)
|
Tempat penyimpanan susu yang
steril dan tertutup.
|
Pemanasan
|
Kontaminasi alat yang digunakan
|
Alat yang digunakan
|
Pengecekan alat yang akan
digunakan
|
Pendinginan
|
Kontaminasi lingkungan
|
Udara (mikroba)
|
Ditutup selama pendinginan
|
Inokulasi
|
Kontaminasi dari pekerja dan wadah
untuk menyimpan bibit yoghurt
|
Kebersihan pekerja yang tidak
diperhatikan
|
Penerapan hygiene pekerja dan
sanitasi peralatan yang digunakan
|
Inkubasi
|
Kontaminasi lingkungan
|
Udara(mikroba) dan wadah yang
digunakan
|
Sterilisasi wadah yang digunakan
untuk inkubasi
|
Pengemasan
|
Kontaminasi wadah yang digunakan
|
Wadah yang digunakan
|
Sterilisasi wadah yang digunakan
untuk pengemasan
|
f.
CCP pada Pengolahan Produksi Yoghurt
Tahap
|
No. CCP
|
Jenis Bahaya
|
Batas Kritis
|
Monitoring
|
Tindakan Koreksi
|
|
Metode
|
Frekuensi
|
|||||
Sterilisasi alat dan wadah yang digunakan
|
1
|
Biologi (Bakteri dan Kapang)
|
Suhu: 121˚C (air mendidih) selama 20˚C
|
Pengukuran suhu dan waktu ketika sterilisasi
|
Setiap proses
|
Lanjutkan proses bila masih kurang waktunya
Langsung angkat dan tiriskan segera dengan alat dan wadah
yang akan digunakan (untuk wadah segera dibalikan)
|
Pemanasan
|
2
|
Biologi (bakteri dan kapang yang tak diperlukan)
|
Suhu 90˚C selama 15-30 menit
|
Pengukuran suhu dan waktu ketika pemanasan
|
Setiap proses
|
Sesuaikan suhu, aduk terus ketika pemanasan, jangan sampai
mendidih
|
g.
CP pada Proses Produksi Yoghurt
Tahap
|
No. CP
|
Jenis Bahaya
|
Batas Kritis
|
Monitoring
|
Tindakan Koreksi
|
|
Metode
|
Frekuensi
|
|||||
Pendinginan
|
1
|
Biologi
|
Suhu menurun sampai 43˚C
|
Pengukuran secara terukur
|
Setiap proses
|
Suhu harus sesuai agar bibit yoghurt tidak mati jika suhu
terlalu tinggi
|
Inokulasi
|
2
|
Biologi
|
2-5% campuran bibit yoghurt dari susu murni yang digunakan
|
Pengukuran secara terukur
|
Setiap proses
|
Perbandingan antara susu dengan bahan yoghurt
|
Inkubasi
|
3
|
Biologi
|
3 jam sampai pH (4,0-4,5)
|
Pengukuran secara terukur dan visual
|
Setiap proses
|
Lanjutkan waktu inkubasi jika pH masih kurang sesuaikan
yang diinginkan
|
Pendinginan (Penyimpanan)
|
4
|
Biologi
|
Suhu 5˚C
|
Pengukuran secara terukur
|
Setiap proses
|
Sesuaikan suhu agar tidak terjadinya pertumbuhan mikroba
yang tak diinginkan
|
Pengemasan
|
5
|
Biologi
|
Wadah tidak terisi penuh (head space 10% dari volume botol)
Tidak bocor (tertutup rapat)
|
Pemeriksaan secara visual
|
Setiap proses
|
Kurangi isi wadah jika terlalu penuh
Ganti wadah yang rusak/bocor
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar