Rabu, 19 Februari 2014

Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)


Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP)

a.     Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik kendali kriti (Hazard analysis and critical control point).
HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian.

b.     Penerapan HACCP
Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan critical control point .
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara “yang diterima” dan “yang ditolak”, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin.

Beberapa kegiatan verifikasi misalnya:
1.   Penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat
2.  Pemeriksaan kembali rencana HACCP
3.  Pemeriksaan catatan CCP
4.  Pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan
5.  Pengambilan contoh secara acak
6.  Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan.

Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.

c.     YOGHURT
Walaupun terlihat sulit, pembuatan yoghurt sebenarnya sangat sederhana. Alat-alat yang kita butuhkan tidaklah terlalu rumit, seperti panci berukuran kira-kira 40 cm, sendok pengaduk, toples kaca dengan tutup. Semua peralatan ini dapat diperoleh dengan mudah dipasar-pasar atau pusat pembelanjaan. Bahan utama yang dibutuhkan untuk pembuatan yoghurt hanyalah susu. Susu ini dapat berupa susu cair langsung tetapi yang perlu diperhatikan susu yang digunakan harus susu putih.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
  1. Sterilisasi alat-alat dan wadah yang digunakan untuk pembuatan yoghurt.
  2. Siapkan susu yang sudah dicairkan dengan air matang sebanyak 1 liter lalu tambahkan susu krim sebanyak 15%.
  3. Masak dengan api kecil sambil diaduk terus selama 30 menit tetapi jangan sampai mendidih sekitar 90˚C. Hal ini hanya bertujuan untuk menguapkan air sehingga nantinya akan terbentuk gumpalan atau solid yoghurt.
  4. Jika sudah, solid yoghurt lalu diangkat dan didinginkan kira-kira sampai 43˚C
  5. Kemudian ditambahkan bibit yoghurt (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus ) sebanyak 2 – 5% dari jumlah yoghurt yang sudah mengental tadi. Bibit yoghurt memang tidak dijual di pasaran secara bebas tetapi dapat diperoleh disalah satu toko. Atau secara sederhananya kita dapat menggunakan yogurt yang plain (tanpa rasa tambahan), tanpa gula dan tanpa aroma sebagai bibit yoghurt.
  6. Dinginkan sekitar 3 jam dalam wadah tertutup untuk menghasilkan rasa asam dan bentuk yang kental pH sekitar 4,0-4,5.
  7. Semakin tinggi total solidnya maka cairan bening yang tersisa semakin sedikit, dan yoghurt yang dihasilkan semakin bagus. Solid yoghurt yang belum diberikan tambahan rasa ini dapat juga dijadikan bibit yoghurt untuk pembuatan selanjutnya.
  8. Setelah berbentuk yoghurt dapat ditambahkan sirup atau gula bagi yang tidak kuat asamnya, bahkan bisa ditambahkan dengan perasa tambahan makanan seperti rasa jeruk, strawberry dan leci yang dapat kita peroleh di apotek-apotek. Yoghurt dapat disajikan tidak hanya sebagai minuman, tetapi juga dapat disajikan bersama salad buah sebagai sausnya ataupun sebagai bahan campuran es buah.
  9. Yoghurt yang sudah jadi dapat ditempatkan di wadah plastik ataupun kaca. Jika ingin menggunakan wadah plastik sebaiknya yang agak tebal, akan tetapi bila ingin menyimpan yoghurt untuk waktu yang lebih lama sebaiknya menggunakan wadah kaca.
d.     Diagram Alir Proses Produksi Yoghurt

e.         Analisa Bahaya pada Proses Produksi Yoghurt
Tahap
Bahaya
Sumber Bahaya
Cara Pencegahan
Susu murni
Kontaminasi dari udara (debu, bakteri yang tidak diperlukan)
Udara (mikroba)
Tempat penyimpanan susu yang steril dan tertutup.
Pemanasan
Kontaminasi alat yang digunakan
Alat yang digunakan
Pengecekan alat yang akan digunakan
Pendinginan
Kontaminasi lingkungan
Udara (mikroba)
Ditutup selama pendinginan
Inokulasi
Kontaminasi dari pekerja dan wadah untuk menyimpan bibit yoghurt
Kebersihan pekerja yang tidak diperhatikan
Penerapan hygiene pekerja dan sanitasi peralatan yang digunakan
Inkubasi
Kontaminasi lingkungan
Udara(mikroba) dan wadah yang digunakan
Sterilisasi wadah yang digunakan untuk inkubasi
Pengemasan
Kontaminasi wadah yang digunakan
Wadah yang digunakan
Sterilisasi wadah yang digunakan untuk pengemasan

f.         CCP pada Pengolahan Produksi Yoghurt
Tahap
No. CCP
Jenis Bahaya
Batas Kritis
Monitoring
Tindakan Koreksi
Metode
Frekuensi
Sterilisasi alat dan wadah yang digunakan
1
Biologi (Bakteri dan Kapang)
Suhu: 121˚C (air mendidih) selama 20˚C
Pengukuran suhu dan waktu ketika sterilisasi
Setiap proses
Lanjutkan proses bila masih kurang waktunya
Langsung angkat dan tiriskan segera dengan alat dan wadah yang akan digunakan (untuk wadah segera dibalikan)
Pemanasan
2
Biologi (bakteri dan kapang yang tak diperlukan)
Suhu 90˚C selama 15-30 menit
Pengukuran suhu dan waktu ketika pemanasan
Setiap proses
Sesuaikan suhu, aduk terus ketika pemanasan, jangan sampai mendidih
g.        CP pada Proses Produksi Yoghurt                                        
Tahap
No. CP
Jenis Bahaya
Batas Kritis
Monitoring
Tindakan Koreksi
Metode
Frekuensi
Pendinginan
1
Biologi
Suhu menurun sampai 43˚C
Pengukuran secara terukur
Setiap proses
Suhu harus sesuai agar bibit yoghurt tidak mati jika suhu terlalu tinggi
Inokulasi
2
Biologi
2-5% campuran bibit yoghurt dari susu murni yang digunakan
Pengukuran secara terukur
Setiap proses
Perbandingan antara susu dengan bahan yoghurt
Inkubasi
3
Biologi
3 jam sampai pH (4,0-4,5)
Pengukuran secara terukur dan visual
Setiap proses
Lanjutkan waktu inkubasi jika pH masih kurang sesuaikan yang diinginkan
Pendinginan (Penyimpanan)
4
Biologi
Suhu 5˚C
Pengukuran secara terukur
Setiap proses
Sesuaikan suhu agar tidak terjadinya pertumbuhan mikroba yang tak diinginkan
Pengemasan
5
Biologi
Wadah tidak terisi penuh (head space 10% dari volume botol)
Tidak bocor (tertutup rapat)
Pemeriksaan secara visual
Setiap proses
Kurangi isi wadah jika terlalu penuh
Ganti wadah yang rusak/bocor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar