METABOLISME ZAT-ZAT MAKANAN PADA
TERNAK RUMINANSIA
Pencernaan
adalah serangkaian proses yang terjadi di dalam alat pencernaan (
tractus digestivus ) ternak sampai memungkinkan terjadinya penyerapan. Proses pencernaan tersebut
merupakan suatu perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan makanan dalam
alat pencernaan. Pencernaan pada ternak ruminansia merupakan proses yang sangat
komplek yang melibatkan interaksi dinamis antar pakan, populasi mikroba dan ternak itu sendiri.
Berdasarkan
perubahan yang terjadi pada bahan makanan dalam alat pencernaan, proses
pencernaan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu : pencernaan mekanis, pencernaan fermentatif dan
pencernaan hidrolitik. Makanan yang masuk dalam mulut ternak ruminansia akan
mengalami proses pengunyahan/pemotongan secara mekanis sehingga membentuk
bolus. Dalam proses ini makanan akan bercampur dengan saliva, lalu masuk ke
dalam rumen melalui oesofagus untuk selanjutnya mengalami proses pencernaan
fermentatif. Di dalam rumen bolus-bolus tadi akan dicerna oleh enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Selama dalam rumen makanan yang kasar akan
dipecah lagi dimulut (ruminasi), kemudian masuk lagi melalui reticulum, omasum
dan abomasum. Hasil fermentasi di rumen tadi tadi diserap oleh usus halus (proses pencernaan hidrolitik) yang selanjutnya masuk
dalam sistem peredaran darah
Saluran
pencernaan pada ternak ruminansia dibagi atas 4 bagian yaitu mulut, perut atau
lambung, usus halus, dan organ pencernaan bagian belakang. Perut atau lambung dibagi
lagi jadi menjadi 4 bagian yaitu reticulum, rumen, omasum dan abomasum.
Reticulum dan rumen tidak terpisah sempurna sehingga dipandang sebagai satu
kesatuan yang disebut reticulorumen. Dalam reticulorumen terdapat sejumlah
mikroba yang cukup banyak. Omasum fungsinya belum jelas, tetapi pada omasum
tersebut terjadi penyerapan air, amonia dan VFA dan diduga juga dapat
memproduksi VFA dan amonia. Abomasum fungsinya sama dengan perut atau lambung
pada ternak monogastrik.
Tahapan
proses pencernaan pada ternak ruminansia dibagi menjadi dua bahagian yaitu 1) proses pencernaan yang terjadi dalam rumen dan reticulum dan 2) dan proses pencernaan
berikutnya yang terjadi di saluran pencernaan pasca rumen ( usus halus dan usus
besar ). Didalam reticulorumen dan organ pencernaan bagian belakang, pencernaan
dibantu oleh enzim
yang dihasilkan oleh mikroba (pencernaan fermentative), sedangkan di usus halus pencernaan dibantu oleh
enzim yang dihasilkan oleh usus halus dan pankreas (pencernaan enzymatis).
Rumen
dan reticulum merupakan organ pencernaan yang terbesar, volumenya 10 – 20
persen dari bobot ternak. Jumlah tersebut meliputi lebih kurang 75 persen dari
volume organ pencernaan ternak ruminansia. Proses pencernaan didalam
reticulorumen adalah pencernaan fermentatif yang dibantu oleh mikroba yang
jumlahnya cukup banyak. Pencernaan fermentatif ini berjalan sangat intensif,
kapasitasnya besar dan terjadi sebelum usus halus (organ
penyerapan utama). Hal ini memberi beberapa keuntungan yaitu : (1) produk
fermentasi dapat dialirkan ke usus dalam bentuk yang mudah diserap, (2) Rumen
dan retikulum dapat menampung pakan dalam jumlah yang lebih banyak, (3) Di
Rumen dan Retikulum dapat terjadi pencernaan pakan berkadar serat kasar tinggi,
(4) Mikroba pada Rumen dan Retikulum dapat menggunakan Non Protein Nitrogen ( NPN
).
Didalam
rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen
dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi. Kehadiran
fungi dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena
dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh
menembus dinding sel tanaman, sehingga pakan lebih akan lebih terbuka untuk
dicerna oleh enzim bakteri rumen. Bakteri merupakan mikroba rumen yang paling
banyak jenisnya dan lebih beragam macam substratnya. Populasi bakteri dalam rumen berkisar antara 10 10
- 10 12 bakteri per gram cairan rumen, sedangkan protozoa
populasinya lebih sedikit yaitu 105- 106 per ml cairan
rumen. Populasi mikroba yang banyak jumlahnya tersebut sangat penting dalam
proses pencernaan pakan serat.
Bakteri
rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat yang didiaminya karena sulit
mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Kebalikannya protozoa diklasifikasikan
berdasarkan morfologinya sebab mudah dilihat berdasarkan penyebaran silianya.
Beberapa jenis bakteri rumen yang dilaporkan oleh Hungate (1966) adalah, (a)
bakteri pencerna selulosa (Bacteroides succinogenes, Ruminococcus
flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrivibrio fibrosolvens), (b) bakteri
pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrosolvens, Bacteroides ruminocola,
ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati
(Bacteroides amylophilus, streptococcus bovis, Succinimonasamylolytica),
(d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminusj, dan
(e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenes, Bacillus licheniformis).
Protozoa
rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu : holotrichs yang
mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang
fermentabel, sedangkan oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulutnya
yang umumnya merombak karbohidrat yang lebih sukar dicerna.
PENCERNAAN
DAN METABOLISME KARBOHIDRAT
Karbohidrat
merupakan komponen utama dalam ransum ternak ruminansia. Jumlahnya mencapai 60
-75 persen dari total bahan kering ransum. Dalam makanan kasar, sebagian besar karbohidrat
terdapat dalam bentuk selulosa dan hemiselulosa, sedangkan dalam konsentrat
umumnya karbohidrat terdapat dalam bentuk pati. Karbohidrat merupakan sumber
energi utama untuk pertumbuhan mikroba rumen dan ternak induk semang.
Karbohidrat
dalam pakan dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat struktural (fraksi serat)
dan karbohidrat non struktural (fraksi yang mudah tersedia). Selulosa dan
hemiselulosa termasuk dalam karbohidrat fraksi struktural (fraksi serat) yang
merupakan komponen utama dari dinding sel tanaman. Sering Sellulosa dan
Hemisellulosa ini berikatan dengan lignin sehingga menjadi sulit dicerna oleh
mikroba rumen. Lignifikasi tanaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya
umur tanaman. Untuk itu penggunaannya dalam ransum ternak ruminansia memerlukan
pengolahan terlebih dulu guna merenggangkan ikatan lignoselulosa atau
lignohemisellulosa sehingga lebih fermentabel dalam rumen.
Selulosa
adalah kelompok polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi, berantai
lurus dimana banyak terdapat dalam bentuk ikatan 1- 4 unit glukosa dan biasanya terdapat dalam
bentuk kristal, sedangkan hemiselulosa terdiri dari rantai lurus silosa dan
sejumlah arabinosa, asam uronat dan galaktosa. Ternak ruminansia mampu
memanfaatkan selulosa dan hemiselulosa ( karbohidrat struktural = fraksi serat)
disebabkan oleh adanya mikroorganisme dalam rumen yang membantu proses
fermentasi, sehingga karbohidrat struktural tersebut dirombak menjadi produk
yang dapat dicerna dan dapat diserap oleh usus halus. Kecernaan selulosa dan
hemiselulosa ( karbohidrat struktural ) dalam rumen biasanya lebih rendah dibanding
karbohidrat non struktural. Tapi ini sangat tergantung pada beberapa faktor
seperti sifat faktor fisik tanaman, pengolahan dan frekuensi pemberian makanan.
Kecernaan selulosa dan hemiselulosa ini juga bisa dipengaruhi oleh suplai
nutrien lain seperti nitrogen, asam amino dan asam lemak berantai cabang yang
penting untuk pertumbuhan bakteri selulolitik.
Jalur Fermentsi Karbohidrat
dalam Rumen
Proses
pencernaan karbohidrat dalam rumen merupakan proses yang komplek. Karbohidrat yang
komplek (selulosa, hemiselulosa, pati dan pectin) akan mengalami dua tahap
pencernaan yaitu pencernaan oleh enzim ekstraseluler dan enzim intraseluler
mikroba. Tahap pertama karbohidrat yang masuk rumen akan difermentasi oleh
enzim ektraseluler menghasilkan monomernya berupa oligosakarida, disakarida dan
gula sederhana. Tahap kedua monomer itu difermentasi/metabolisme
lebih lanjut oleh enzim intraseluler membentuk piruvat melalui lintasan
Embden-Meyerhoft dan pentosa fosfat. Piruvat adalah produk intermedier yang
segera dimetabolisasi menjadi produk akhir berupa asam lemak berantai pendek
yang sering disebut dengan Volatil Fatty Acid ( VFA ) yang terdiri
dari : asam asetat, asam propionat dan asam butirat dan sejumlah kecil asam valerat. Secara skematis jalur fermentasi karbohidrat dalam rumen dapat dilihat pada gambar 1.
Fermentasi Piruvat dalam Rumen
Piruvat yang dihasilkan dalam proses fermentasi
karbohidrat dalam rumen akan dimetabolisasi lebih lanjut menjadi produk-produk
seperti dibawah ini.
1.
Produksi asam laktat
Laktat dalam rumen dibentuk dari piruvat melalui enzym NAD linked laktat dehidrogenase. Piruvat + NADH2
→ Laktat +
NAD
Gambar
3.1. Skema Lintasan Utama Fermentasi Karbohidrat Menjadi
VFA
dalam Rumen (Mc Donald, 1988)
Enzim ini ditemukan pada bakteri Selenomonas, Megasphaera laktobasilus, dan Streptokokus spp.
2.
Pembentukan Asetil CoA
Asetil Coa yang diperlukan untuk berbagai reaksi
selanjutnnya dibentuk melalui beberapa reaksi yaitu:
a)
Produksi acetyl
CoA melalui pyruvate–ferredoxin oxidoreductase
Pyruvate
+ CoASH → 2-α-lactyl-TPP-CoA Enzyme → 2- Hydroxyethyl-TPP-
CoA + FD → Acetyl CoA + FDH2 + CO2
b)
Produksi acetil CoA dan asam format melalui pyruvate-formate lyase.
Pyruvate + CoASH →Acetyl CoA + Formate
c)
Produksi acetyl CoA and formate
melalui reduksi CO2
Pyruvate + CoASH → Acetyl CoA + CO2
CO2 + XH2 → Formate + X
3.
Produksi VFA dalam Rumen
Produksi Asam Asetat
Terdapat dua jalur utama untuk produksi asam asetat.
a.
Phosphotransacetylase dan asetat kinase
- Phosphotransacetylase
: Asetil KoA
+ Pi
→ Asetil ~ P + CoASH
- Asetat kinase
: Asetil
~ P + ADP → Asetat
+ ATP
b.
Asetil KoA lyase
diidentifikasi hanya terjadi pada anaerobik protozoa
- Asetil KoA + ADP + Pi → ATP + Asetat + CoASH
- Asetil KoA + ADP + Pi → ATP + Asetat + CoASH
Secara keseluruhan jalur pembentukan asetat dapat dilihat pada Gambar
2.
2.
Gambar 3.2. Pembentukan Asam Asetat (Van Soest, 1994)
1.
Produksi Butirat
Pembentukan butirat dalam rumen melalui 6 tahap
reaksi.
a) Acetylacetyl CoA
thiolase
2 Acetyl CoA → Acetylacetyl CoA + CoASH
b) β-hydroxybutyrate
dehydrogenase
Acetylacetyl CoA + NADH2 → β-hydroxybutyrl-CoA + NAD
c) Enoyl-CoA
dehydratase
β-hydroxybutyrl-CoA → Crotonyl CoA + H20
d) Butyrl CoA dehydrogenase
Crotonyl CoA + NADH2 → Butyrl CoA + NAD
e) Phosphate butyrl transferase
(1) Butyrl CoA + Pi → Butyrl-P
f) Butyrate kinase
Butyrl∼P + ADP → Butyrate + ATP
Skema pembentukan asam butirat dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3.3. Pembentukan Asam Butirat Dalam Rumen (Baldwin, and
Allison . 1983)
2.
Produksi Asam Propionat
Asam Propionat dalam rumen dibentuk melalui dua jalur
reaksi yaitu jalur suksinat dan jalur akrilat ( Gambar 3.4 dan 3.5 )
Gambar 3.4. Pembentukan propionate melalui jalur suksinat
didalam rumen (Baldwin, and
Allison . 1983)
Gambar 3.5. Pembentukan propionat
melalui jalur akrilat dalam rumen (Baldwin,
and Allison . 1983)
Skema dari keseluruhan reaksi yang terjadi dalam
rumen dalam pembentukan VFA dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 3.6. Reaksi pembentukan VFA dalam rumen (Baldwin, and Allison . 1983)
Pemanfaatan produk
fermentasi Karbohidrat
Fermentasi karbohidrat dalam rumen
untuk membentuk Volatil Fatty Acid (VFA) atau asam lemak terbang menghasilkan
kerangka karbon (C) untuk sintesis sel mikroba dan membebaskan sejumlah energi dalam bentuk Adenosin Tri Phospat (ATP), CO2
( Carbon diokside) dan CH4 (gas methan). Energi dalam bentuk ATP digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan mikroba rumen. Pertumbuhan mikroba rumen proporsional terhadap
jumlah ATP yang yang dihasilkan dari katabolisme energi. Maksimum sintesis sel
mikroba yang dihasilkan dalam rumen mendekati 25 gram per mol ATP.
Proses
fermentasi karbohidrat dalam rumen menghasilkan energi dalam bentuk VFA
mencapai 80 persen dan 20 persen merupakan energi yang terbuang dalam bentuk
produksi gas C02, CH4 dan energi dalam bentuk ATP. Energi dalam
bentuk ATP hanya 6.2 persen dari total energi yang hilang . Hanya energi dalam
bentuk ATP inilah yang digunakan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya,
sedangkan VFA merupakan by produk atau hasil sampingan dari aktivitas mikroba
rumen. Dari uraian ini jelas bahwa mikroba rumen
memproduksi VFA bukan untuk kepentingannya terutama tetapi sebagai
"elektron sink" dalam menjaga potensial redoks dalam rumen agar tetap
layak bagi pertumbuhan mikroba rumen.
Gas
hasil fermentasi berupa CO2,
H2 (hidrogen) dan CH4 ( Methan ) dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi.
Pada ternak kambing produksi gas CO2
sekitar 90 liter dan gas CH4 sekitar 30 liter perhari. Stoikiometri reaksi
fermentasi pakan karbohidrat dalam rumen menghasilkan tiga produk utama dapat
disederhanakan menjadi:
C6H1206 + 2H20 ---------------
2CH3COOH + 2C02 +
4H2
C6H1206 + 4H2
--------------- 2CH3CH2COOH+ 4H20
C6H1206
--------------- CH3(CH2)2COOH + 2C02
+ 2H2
4H2 + C02 --------------- CH4+
2H2O
Dari
Stoikiometri reaksi tersebut diatas dapat dilihat bahwa proses sintesis asam
asetat dan asam butirat menghasilkan gas hidrogen. Sebaliknya pada sintesis
asam propionat gas H2 (hidrogen) digunakan. Gas hidrogen dan CO2 merupakan
prekursor utama sintesis gas metan yang sesungguhnya tidak bermanfaat untuk
ternak. Maka dari itu proses fermentasi dalam rumen yang mengarah pada sintesis
asam propionat akan lebih menguntungkan karena produksi CH4 bisa ditekan dan
akan meningkatkan efsiensi penggunaan energi pakan.
Jumlah
komponen utama VFA (asetat, propionat, dan butirat) yang
terbentuk dalam rumen serta proporsi relatifnya sangat bervariasi dan
dipengaruhi oleh faktor makanan seperti komposisi ransum, terutama rasio antara
hijauan dan konsentrat, bentuk fisik makanan, tingkat konsumsi, frekuensi
pemberian pakan dan tipe fermentasi sebagai akibat perbedaan populasi mikroba
yang berkembang sebagai pengaruh langsung dari zat makanan yang diberikan.
Menurut Forbes dan France (1993) konsentrasi VFA total dalam cairan rumen
umumnya
berkisar antara 70 - 130 mM. Nisbah asam asetat, asam propionat
dan asam butirat pada pakan dengan
kandungan hijauan /serat yang tinggi adalah 70 : 20 :10.
Tingginya konsentrasi asetat dalam cairan rumen sangat erat kaitannya dengan tingginya proporsi
hijauan atau pakan serat yang dikonsumsi. Sebaliknya jika proporsi konsentrat
dalam ransum meningkat maka konsentrasi asam asetat akan turun dan konsentrasi
asam propionat akan meningkat namun proporsi asam asetat hampir selalu lebih banyak.
Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa ransum dengan hijauan/pakan serat
tinggi akan menghasilkan nisbah asetat :
propionat lebih tinggi dibanding ransum yang proporsi konsentratnya tinggi.
VFA
( asetat, propionat, dan butirat) merupakan sumber energi utama bagi ternak dan
punya fungsi penting dalam metabolisme zat makanan. Sumbangan energi yang berasal dari VFA ini dapat
mencapai 60 – 80 persen dari kebutuhan
energi ternak rumiansia. Sebahagian besar VFA diserap langsung dari
reticulorumen dan masuk kedalam aliran darah, hanya 20 persen saja yang masuk
ke omasum dan abomasum dan diserap disini. Asam butirat dalam rumen sebelum
diserap terlebih dulu dirubah menjadi beta hidroksi butirat dan bersama dengan
asam asetat masuk kedalam peredaran darah dalam bentuk badan-badan keton yang
nantinya dalam jaringan tubuh digunakan sebagai sumber energi dan untuk
sintesis lemak tubuh. Asam propionat setelah masuk dalam peredaran darah dibawa
ke hati. Di hati asam ini diubah menjadi glukosa. Sebagian glukosa disimpan di
hati sebagai glikogen hati dan sebagian lagi menjadi alfa gliserolfosfat untuk
digunakan sebagai koenzim pereduksi dalam sintesa lemak tubuh, sebagai sumber energi, dan dalam tubuh disimpan
sebagai glikogen otot.. Oleh sebab itu asam propionat disebut juga asam yang
bersifat glukogenik karena dapat dikatabolisme menjadi glukosa atau sebagai
sumber glukosa tubuh . Asam lemak glukogenik dapat dipakai sebagai konstanta
yang dinamakan sebagai non glukogenik ratio (NGR) yang secara sederhana
dirumuskan sebagai berikut:
NGR
= (Asetat + Butirat + Valerat) / (Propionat + Valerat)
Nilai
NGR ini berhubungan erat dengan produksi gas metan dalam rumen. NGR tinggi akan
menyebabkan produksi gas metan dalam rumen juga tinggi.
Penyerapan Asam Lemak Terbang (VFA)
Asam Lemak Terbang atau
VFA yang dihasilkan didalam rumen dan merupakan sumber energi bagi ternak
ruminansia, akan
diserap sebagian besar
dalam retikulum
(75 %) kemudian masuk
kedalam darah. Sebagian lagi akan
diserap oleh abomasum dan omasum ( 20 % ) dan
usus halus ( 5 % ). Penyerapan
VFA sangat dipengaruhi oleh perbedaan
konsentrasi VFA dalam cairan rumen dengan konsentrasi VFA yang terdapat
di dalam sel-sel epitel atau darah. Laju penyerapan VFA pada rumen meningkat sejalan dengan penurunan pH cairan rumen
dan Panjang pendeknya rantai aton C dari
VFA. Semakin panjang rantai aton C nya maka semakin cepat laju
absorbsinya, sehingga urutan absorbsinya adalah asam butirat, asam propionat
dan asam asetat. Asam butirat pada rumen akan diserap melalui dinding rumen untuk masuk ke dalam darah guna dikonversi menjadi β-hidroksibutirat,
sedangkan asam propionat akan dikonversi menjadi asam laktat. Hal ini terjadi
karena peran enzim-enzim tertentu yang ada di dalam sel-sel epitel
rumen. β-hidroksibutirat dapat
digunakan sebagai sumber energi bagi sejumlah jaringan, seperti
otot kerangka dan hati.
Produksi Gas Methan
Metan
merupakan produk sampingan dalam proses fermentasi karbohidrat/ gula secara an-aerob. Metan merupakan energi yang terbuang. Bakteri
Metanogen akan menggunakan H2 yang terbentuk dari konversi asam
piruvat menjadi asam asetat, untuk membentuk metan dan juga dari dekomposisi format,
atau metanol. Dalam pembentukan metan oleh mikroorganisme, terlibat pula peran
Asam Folat dan Vitamin B12.
Untuk mengurangi
pembentukan metan disarankan :
1. Menambahkan
asam lemak tidak jenuh ke dalam ransum.
2. Menggunakan feed additive
seperti choloform, chloral hidrat dan garam
tembaga.
Produksi
gas (CH4, CO2 dan H2) yang
berlebihan dari ternak akan menimbulkan penyakit
bloat.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Produksi VFA di dalam Rumen
Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi VFA didalam Rumen antara lain adalah :
- Makanan serat (sumber hijauan) yang tinggi dalam ransum akan memproduksi lebih banyak asam asetat dari pada asam propionat sehingga lebih sesuai untuk ternak sapi perah guna menghasilkan produksi susu dengan kadar lemak tinggi.
- Makanan pati (biji-bijian/ konsentrat) yang tinggi dalam ransum akan memproduksi lebih banyak propionat dan ini sesuai dengan ternak untuk tujuan penghasil daging ( sapi potong ).
- Rasio antara konsentrat dan hijauan pakan.
- Bentuk fisik atau ukuran partikel pakan.
- Jumlah intake atau konsumsi.
- Frekuensi pemberian pakan.
7. Faktor lain yang
mempengaruhi VFA adalah : volume cairan rumen yang berhubungan
dengan saliva dan laju aliran air di dalam darah.
8. Konsentrasi VFA rumen
diatur oleh keseimbangan antara produksi dan penyerapan. Konsentrasi meningkat
setelah makan, sehingga akibatnya pH menurun.
9. Puncak fermentasi : 4
jam setelah makan (jika hijauan ditingkatkan), namun lebih cepat ( lebih dari 4 jam) jika
konsentrat ditingkatkan
10. pH rumen normal (
untuk pertumbuhan mikroba optimal ) : 6.0 - 7.0 ; yang dipertahankan oleh kapasitas saliva
dan penyerapan VFA.
11. Faktor-faktor yang juga
mempengaruhi produksi VFA ini antara lain adalah Konsentrasi VFA itu sendiri didalam rumen
Metabolisme VFA di dalam Jaringan Tubuh Ternak.
Volatil
Fatty Acid ( VFA ) yang diserap dari retikulorumen melalui jaringan,
akan mengalami oksidasi dan perombakan
menjadi energi ternak melalui
biosintesa lemak atau glukosa. Jumlah setiap VFA yang digunakan tersebut berbeda-beda menurut jenisnya.
50 persen asam asetat dioksidasi di jaringan tubuh sapi perah sedangkan
2/3 asam butirat dan asam propionat akan
mengalami oksidasi. Metabolisme asam propionat dan butirat terjadi di hati, 6 persen asam asetat
dimetabolisasikan di jaringan perifer (otot dan adiposa) dan hanya 20 % yang di metabolis di hati. Pada ternak laktasi asam asetat, digunakan untuk sintesis lemak air susu diambing.
Proses Oxidasi VFA dan Penghasilan ATP
Asam
Propionat sebagai sumber energi :
ada 2
jalur oksidasi yang
dilalui oleh asam propiona yaitu :
1.
Oksidasi setelah propionat dikonversi menjadi glukosa melalui Jalur
Glukonegenesis.
Disini di hasilkan 17 mol ATP/ mol asam
propionat
2.
Oksidasi langsung asam propionat
dimana akan dihasilkan 18 mol
ATP/mol asam propionat.
Asam
Butirat sebagai sumber energi :
Asam
Butirat di
konversi menjadi β-hidroksibutirat
yang menghasilkan 2 mol ATP
Asam Asetat sebagai sumber energi :
Asetat
+ CoA + ATP ------- CH3CO-CoA
(AsetilCoA) + PP + H2
(dihasilkan
10 mol ATP/ mol Asetat)
Disarnping scbagai sumber energy, asam lernak rantai cabang dari VFA bersama-sama dengan N-anwn~a digunakan dalam sintesis protein, sehingga VFA ini dapat dikatakan sebagai prekursor sintesis
protein mikroba.
Pencernaan Karbohidrat di dalam Usus Ruminansia
Karbohidrat tercerna ( pati, selulosa dan hemi selulosa) dan polisakarida selluler dari mikroba yang lolos dari fermentasi rumen,
akan masuk ke dalam usus sebagai digesta, jumlahnya 10-20 % dari karbohidrat yang dicerna. Jumlah selulosa atau
pati yang tahan dari degradasi rumen, dipengaruhi oleh pakan itu sendiri atau prosesing.
Misalnya pati dari jagung giling dapat dicerna 20 % nya di usus halus oleh enzim yang sama dengan
monogastrik. Pencernaan
pati di usus halus akan menghasilkan
energi yang dapat digunakan oleh induk semang lebih efisien daripada
didegradasi oleh mikroba rumen, dimana akan hilang sebagai CH4 atau
panas. Selulosa, hemiselulosa dan pati
yang lolos dari usus halus difermentasi juga di dalam cecum menjadi VFA, CO2 dan CH4
dengan jalur yang sama dengan di dalam rumen. VFA yang terbentuk di cecum ini
(ruminan atau
kuda) di serap masuk ke dalam sirkulasi darah dan digunakan di jaringan, seperti
yang terjadi di dalam rumen.
Metabolisme Glukosa Pada Ruminansia
Glukosa dicerna / difermentasi di
retikulorumen. Glukoneogenesis di hati (terutama) dan di ginjal sangat
sedikit terjadi. Glukosa pada
ruminan adalah 40-60 % berasal dari propionat, 20 % berasal dari protein (asam amino yang diserap melalui
saluran pencernaan) dan sisanya 20 % berasal dari VFA rantai cabang, asam laktat dan gliserol.
Fungsi Metabolis Glukosa pada Ruminansia.
Fungsi metabolisme Glukosa
pada rumen berfungsi untuk :
- Sumber utama energi di jaringan syaraf terutama di otak dan sel-sel darah merah.
- Untuk metabolisme otot dan produksi glikogen (persediaan energi di otot dan di hati).
- Pada ternak laktasi glukosa digunakan untuk prekursor utama dari pembentukan laktosa dan gliserol (komponen lemak susu) dan untuk suplai nutrisi pada janin. Kebutuhan glukosa akan meningkat pada akhir kebuntingan.
- Untuk pembentukan co enzym NADPH
PENCERNAAN DAN
METABOLISME PROTEIN DALAM RUMEN
Protein merupakan unsur yang sangat penting dalam
tubuh karena protein menjalankan sebagai
besar fungsi-fungsi fisiologis
tubuh. Dalam tubuh, protein berperan sebagai:
a) Bahan pembangun dan pengganti
tenunan atau jaringan tubuh yang aus atau terpakai.
b) Bahan baku pembuatan hormon,enzim
dan zat penangkal penyakit.
c) Mengatur lalu lintas cairan
tubuh dan zat-zat terlarut di dalamnya ke dalam atau keluar sel
d) Sebagai sumber energi.
Protein diperoleh ternak dari makanan. Sebelum dimanfaatkan ternak, protein
makanan itu terlebih dahulu mengalami perubahan dalam saluran pencernaan. Pada ternak ruminansia sebelum dimanfaatkan protein
akan melalui beberapa proses terlebih yaitu:
1. Mengalami fermentasi dalam reticulo rumen oleh mikroba
rumen.
2. Mengalami pencernaan
hidrolisis di dalam usus halus
3. Protein yang tidak dicerna
akan dikeluarkan melalui feses.
Dalam memepelajari pencernaan
dan metabolisme protein pada ternak ruminansia ada beberapa istilah yang
terlebih dahulu harus dipahami sehingga
proses pencernaan protein dalam tubuh ternak ruminasia bisa dimengerti dengan
jelas. Beberapa istilah tersebut adalah:
1.
Protein Kasar (PK)
Adalah kadar protein yang didapatkan dengan cara menganalisa kandungan
nitrogen suatu bahan dengan metode Kjedhal. Kandungan nitrogen yang didapatkan dikalikan
dengan konstanta 6.25 dengan anggapan semua protein bahan mengandung 16 % nitrogen. Padahal itu tidak seluruhnya pengalian
dengan konstanta ini benar. Ada beberapa protein bahan yang mengandung lebih dari 16 % nitrogen. Oleh sebab itu nilai ini disebut dengan protein kasar.
2. Soluble Protein ( protein mudah larut)
Soluble protein adalah fraksi protein kasar yang mudah larut dalam larutan
buffer, air dan cairan rumen. Sebagian
fraksi protein dari hijauan yang masih muda, silase, leguminosa dan
biji-bijian merupakan soluble protein. Soluble protein akan didegaradasi dengan
cepat didalam rumen menjadi NH3. Fraksi soluble protein mengandung nitrogen
non protein (NPN) dan sebagian true protein.
3. Nitrogen Non Protein (NPN)
NPN Adalah semua senyawa nitrogen yang tidak mempunyai struktur yang
komplek seperti protein. Yang termasuk
senyawa NPN adalah ammonia, peptide, asam amino bebas, amida, dan amina. Sebagian besar soluble nitrogen yang terdapat
pada silase, limbah pertanian merupakan NPN.
NPN sama halnya dengan soluble protein akan didegaradasi dengan cepat didalam rumen.
4. Neutral detergent insoluble
protein (NDIN)
Adalah fraksi protein yang tidak larut dalam larutan
netral. Fraksi ini didapatkan dari
analisa protein kasar yang terdapat dalam NDF.
NDIN ini degradasinya lambat dalam rumen, karena berhubungan dengan dinding
sel. Sebagai besar NIDN lolos kepasca rumen dan bisa dicerna diusus halus.
5. Acid detergent insoluble
protein (ADIN)
Adalah fraksi protein yang tidak larut dalam larutan
detergen asam. Fraksi protein ini tidak
bisa dicerna oleh enzim mikroba rumen maupun enzim yang dihasilkan oleh usus
halus. Oleh sebab itu fraksi protein ini
disebut juga dengan protein yang tidak bermanfaat. ADIN ini ditentukan dengan cara menganalis kandungan
protein kasar dari residu ADF. Kandungan
ADIN yang tinggi dari suatu bahan pakan menunjukkan rendahnya kualitas protein
dari bahan tersebut.
6. Ruminal undegraded protein
(RUP)
Adalah fraksi protein pakan yang tidak didegradasi
oleh mikroba dalam rumen. Atau dengan
kata lain fraksi protein yang tahan terhadap pencernaan dalam rumen.
7. Protein mikroba
Adalah fraksi protein yang disintesis oleh mikroba didalam rumen. Mikroba rumen
menggunakan ammonia, asam amino dan peptide untuk
mensintesis protein tubuh
mikroba itu sendiri. .
Degradasi protein dalam rumen
Protein yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia dalam
rumen akan mengalami 2 proses penting yaitu:
1. Hidrolisis ikatan peptida
menghasilkan peptida dan asam amino
2. Deaminasi asam amino
3.
Hydrolisis
Dalam rumen protein pakan akan mengalami hidrolisa
menjadi oligopeptida oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba rumen.
Oligopeptida selanjutnya akan diubah menghasilkan peptida dan asam amino yang
bisa digunakan oleh sebagian mikroba rumen untuk pertumbuhannya, terutama oleh
Bacteroides ruminocola dimana bakteri ini mempunyai sistem transpor untuk
mengangkut asam amino ke dalam tubuhnya. Bacteroides ruminocola bisa
menggunakan 40 % peptida dalam rumen sedangkan Butyrivibrio fibrosolvent
menggunakan kurang dari 10 % untuk pertumbuhannya. Karena tidak semua peptida
dan asam amino yang terbentuk dalam rumen, digunakan oleh mikroba, dimana sebagian
akan mengalir ke usus halus.
Pemberian ransum yang berkualitas
tinggi pada sapi perah, 30 persen dari NAN (non amonia nitrogen) yang masuk ke
usus halus adalah dalam bentuk peptida dan asam amino. Namun Sebagian besar
dari peptida dan asam amino akan mengalami deaminasi didalam rumen.
Deaminasi
Metabolisme asam amino selanjutnya adalah dari degradasi protein oleh mikroba rumen. Asam amino
akan mengalami
katabolisame (deaminasi) menghasilkan produk utama NH3.
produk samping dari deaminasi
asam amino adalan VFA rantai cabang (iso valerat,
iso butirat dan n metilbutirat), yang sangat dibutuhkan oleh
mikroba selulolitik rumen untuk pertumbuhannya.
Proses deaminasi asam amino menjadi ammonia lebih cepat dari
proteolisis, sehingga kadar asam amino bebas dalam rumen selalu sedikit. Amonia
yang dihasilkan dari deaminasi asam amino akan digunakan oleh mikroba sebagai
sumber nitrogen untuk pembentukan protein tubuhnya. Sebagain besar mikroba rumen (82 %) menggunakan ammonia untuk
membentuk protein tubuhnya.
Tidak
seluruh protein yang masuk dalam rumen didegradasi oleh
mikroba. Protein yang lolos dari degradasi dalam rumen bersama dengan protein
mikroba akan mengalir ke abomasum terus ke usus halus, dicerna oleh enzim yang
dihasilkan oleh usus dan pankreas dan diserap di usus halus. Proses pencernaan dan metabolisme
protein didalam rumen dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar
3.7. Proses pencernaan Protein dalam
rumen (Allison, 1993)
Pool amonia dalam
rumen tidak hanya disuplai oleh proses degradasi protein pakan saja. Hampir 30
persen nitrogen dalam pakan ternak ruminansia juga terdapat dalam bentuk senyawa organik sederhana seperti asam amino,
amida, dan amina atau senyawa anorganik seperti nitrat, dan pada penggunaan pakan yang bermutu rendah,
urea sering ditambahkan. Semua senyawa tersebut di atas disebut juga dengan Non
Protein Nitrogen (NPN) yang dalam rumen akan mengalami degradasi dengan cepat
menghasilkan amonia. Amonia yang terbentuk bersama dengan asam organik alfa
keto akan membentuk asam amino baru untuk sintesis protein mikroba. Bila
kecepatan degradasi melebihi kecepatan sintesis protein mikroba, akan terjadi
akumulasi NH3 dalam rumen. Amonia yang berlebih itu akan diserap
oleh dinding rumen masuk ke dalam aliran darah dibawa ke hati untuk diubah
menjadi urea. Urea yang terbentuk akan masuk ke aliran darah, sebagian akan
difiltrasi oleh ginjal dan dikeluarkan melalui urine dan sebagian lagi masuk
kembali ke rumen melalui dinding rumen dan saliva yang kemudian akan menjadi
sumber N lagi bagi sintesis protein mikroba Lebih dari 25 % nitrogen protein pakan akan hilang
melalui jalur ini. Karena protein merupakan bahan pakan ternak ruminansia yang cukup mahal harganya, maka perhatian
untuk meminimalkan degradasi protein pakan dalam rumen perlu di pertimbangkan.
Degradasi
protein dalam rumen merupakan multi proses yang meliputi tingkat kelarutan,
hidrolisis enzim ekstra selluler, deaminasi, dan lamanya pakan dalam rumen.
Jenis pakan juga mempengaruhi degradasi protein dalam rumen. Pakan yang terdiri
dari rumput segar yang tinggi akan protein dan karbohidrat mudah larut,
meningkatkan pertumbuhan mikroba proteolitik sehingga aktivitas degradasi dalam
rumen 9 kali lebih besar dibandingkan pakan yang rendah proteinnya seperti hay.
Proses
degradasi protein dan deaminasi asam amino dalam rumen akan terus berlangsung
walaupun telah terjadi akumulasi amonia yang cukup
tinggi. Proses degradasi ini tidak dapat dipandang sebagai suatu proses yang
menguntungkan ataupun merugikan, karena disatu sisi proses degradasi diharapkan
untuk memenuhi kebutuhan amonia dan peptida untuk pertumbuhan mikroba rumen,
sedang dilain sisi, protein yang bermutu tinggi diharapkan tidak banyak
mengalami degradasi dalam rumen sehingga bisa menyumbangkan asam amino bagi
hewan induk semang. Untuk memperkecil degradasi protein pakan dalam rumen dapat
dilakukan dengan cara: 1) penambahan bahan kimia (formaldehyd, asam tannin), 2)
pemasakan (protein menggumpal sehingga kelarutannya turun, 3) pembuatan pellet
(meningkatkan rate of passage).
Dari
gambar tersebut terlihat bahwa sumber protein bagi ternak ruminansia
berasal dari protein pakan yang lolos dari degradasi dalam rumen dan dari
protein mikroba. Untuk itu usaha memacu produksi ternak melalui
perbaikan nutrisi protein dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pemberian
protein pakan yang tahan degradasi dalam rumen dan memaksimalkan sintesis
protein mikroba, sehingga pasokan asam-asam amino untuk diserap di usus halus
menjadi lebih banyak.
Penggunaan Amonia dan Sintesis
protein Mikroba
Amonia
adalah sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba. Sekitar 82 % jenis
mikroba rumen mampu menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk sintesis
protein tubuhnya, walaupun ada sebagian kecil yang membutuhkan peptida dan asam
amino. Maka dari itu konsentrasinya dalam rumen merupakan suatu hal yang perlu
diperhatikan. Konsentrasi minimum
NH3 yang diperlukan untuk sintesis protein mikroba adalah 5 mg% atau setara dengan 3.74 mM. Optimum konsentrasi NH3 yang diperlukan untuk perkembangan mikroba yang lebih baik,
sehingga kecernaan dari pakan serat yang rendah kecernaan dan kandungan
proteinnya, lebih tinggi yaitu 20 mg% atau setara dengan 14.29 mM. Disamping ammonia, sintesis protein mikroba juga membutuhkan energi dan kerangka karbon dari
karbohidrat. Sintesis Protein mikroba dapat
ditingkatkan dengan cara menambahkan karbohidrat mudah terpakai dalam ransum seperti
pati, tetes, dll.
Adanya karbohidrat tersebut memungkinkan mikroba dapat menggunakan
ammonia yang lebih banyak untuk
membentuk protein tubuhnya. Hal
ini dikarenakan incoporasi N amonia menjadi protein mikroba sangat tergantung
pada ketersediaan karbohidrat yang siap pakai ( soluble carbohydrate ) sebagai
sumber energi. Disamping karbohidrat siap pakai untuk
sintesisi protein mikroba juga diperlukan VFA yang cukup, sebagai sumber kerangka karbon. Masing-masing mikroba membutuhkan kerangka
karbon yang berbeda untuk membentuk asam amino tubuhnya. Selain, NH3, sumber
energy, dan VFA sebagai kerangka karbon untuk sintesis protein mikroba yang
optimal, pada kondisi tertentu juga
membutuhkan mineral Sulfur. Ratio antara sulfur dan
nitrogen yang ideal untuk sintesa protein mikroba adalah 1:10. Proses sintesa protein mikroba dalam rumen
dapat dilihat pada gambar 3.8
Kadar
amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara proses degradasi dan
proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien akan protein
atau proteinnya tahan degradasi, konsentrasi amonia dalam rumen akan rendah dan
pertumbuhan mikroba rumen akan lambat yang menyebabkan turunnya kecernaan
pakan.
Mikroba
rumen memberikan
sumbangan protein yang cukup banyak untuk kebutuhan ternak ruminansia. Mikroba rumen
mampu mensuplai 40 – 80 % protein untuk
mencukupi kebutuhan asam amino ternak ruminansia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 59 % dari nitrogen bukan amonia yang masuk ke
duodenum sapi perah berasal dari protein mikroba rumen. Oleh karena itu usaha
untuk mengoptimalkan sintesis protein mikroba perlu menjadi perhatian dalam
memenuhi kebutuhan asam amino ternak ruminansia.
Gambar.3.8 Penggunaan amonia dan
karbohidrat untuk sintesa protein mikroba (Baldwin, and M. J. Allison . 1983)
Protein mikroba mempunyai nilai gizi yang tinggi dan nilai biologis yang hampir menyamai casein. Analisa asam amino menunjukkan bahwa protein
mikroba kaya akan cystin, metionin, arginin dan
glutamate. Protein protozoa lebih unggul disbanding protein bakteri karena
kandungan asam amino esensialnya yang
lebih tinggi terutama lisin. koefisien cerna protein protozoa (68-91 %) sedangkan bakteri hanya 55-80%.
Nilai biologis protein protozoa 68-81% sedangkan bakteri 40-60 %. Tetapi kandungan protein bakteri
lebih tinggi (41.8%) dibanding protein protozoa ( 26,5 %).
Protein Bypass
Protein by pass adalah protein yang berasal pakan yang tidak mengalami fermentasi didalam rumen, tetapi
langsung masuk ke abomasum dan usus
halus. Tingginya VFA dalam rumen
akibat tingginya energy dan rendahnya
protein dapat menstimulir peningkatan protein bypass dalam rumen. Protein bypass dalam rumen juga bisa
dipengaruhi oleh keseimbangan hormone ternak ruminansia, yang dapat memberi petunjuk tingginya level hormone pertumbuhan dalam darah. Besar kecilnya jumlah protein bypass tergantung pada beberapa faktor antara
lain:
1.
Daya larut protein ransum, protein yang daya larutnya rendah maka protein
bypassnya tinggi.
2.
Kualitas protein ransum, semakin tinggi kualitas protein maka protein bypass
akan lebih besar.
3.
Frekuensi pemberian pakan, semakin sering pemberian makanan maka protein bypass semakin tinggi.
4.
Preparasi atau penyediaan makanan, baik secara fisik
ataupun kimia akan meningkatkan protein bypass misalnya memasukkan pakan dalam
kapsul, penambahan formaldehid atau tannin.
Pencernaan protein di usus halus
Protein
yang masuk keusus halus berasal dari
protein mikroba, protein pakan yang lolos degradasi dalam rumen dan
protein endogenus. Protein yang berasal
dari protein mikroba sekitar 30-100 %, dan
yang berasal dari protein yang
lolos degaradasi didalam rumen sekitar 0-70%.
Pencernaan protein diabomasum dan usus halus ternak ruminansia sama
dengan ternak non ruminansia. Pencernaan
protein di abomasum dibantu oleh aktivitas enzim peptidase sedangkan diusus halus dibantu oleh aktivitas enzim trypsin,
chymotrypsin, and carboxypeptidase.
Proses pencernaan protein di
abomasum dan usus halus menghasilkan asam amino. Asam amino diserap oleh dinding usus halus. Kemudian asam amino masuk ke vena porta
dibawa ke hati. Di hati asam amino ini akan disintesis menjadi
protein. Selain itu asam amino juga akan
dibawa oleh darah ke jaringan tubuh yang membutuhkan untuk disintesa menjadi
protein jaringan, protein susu, protein fetus, untuk pertumbuhan atau untuk
pembentukan wool. Selain itu asam amino
tersebut juga akan dimetabolis menjadi sumber energi.
Aspek Protein Pada Ruminansia
Untuk meningkatkan
protein makanan yang selamat dari degradasi dalam rumen supaya ternak mendapat protein yang cukup, dapat dilakukan dengan melindungi atau
memproteksi protein pakan dengan cara memasak, membungkus dengan kapsul atau
dengan mempercepat laju alir makanan ( rate of passage ) dengan cara meningkatkan konsumsi air minum,
menggiling bahan, dan membuat pakan dalam bentuk pellet. Tetapi hal ini tidak
selalu memberikan hasil yang memuaskan karena bisa saja proses ini bahkan menguragi kecernaan zat-zat makanan yang lain.
Nilai protein
makanan pada ternak
ruminansia sangat
dipengaruhi oleh tingkat ketahanannya dari degradasi oleh mikroba rumen guna menghasilkan ammonia. Derajat ketahanan protein bahan dari
degradasi oleh mikroba rumen sangat beragam (Tabel ..). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan degradasi protein yang rendah dalam rumen, mampu memberikan pertambahan bobot badan yang lebih baik pada sapi perah
muda. Berdasarkan hal tersbut makan
syarat ideal suatu bahan pakan sumber
protein bagi ternak ruminansia adalah :
a. Mampu menghasilkan
ammonia (NH3) yang cukup untuk menunjang pertumbuhan miroba rumen yang optimal.
b. Mampu menyediakan
protein yang lolos degradasi dalam rumen untuk memenuhi kebutuhan protein bagi
ternak induk semang.
c. Mempunyai nilai
hayati (Biological Value = BV ) yang tinggi.
Mikroba rumen mampu mensintesis asam amino esensial maupun non
esensial dalam rumen, maka komposisi
asam amino dari protein pakan tidak terlalu penting artinya bagi ternak
ruminansia. Oleh karena itu dalam ransum
ruminansia sebagai sumber ammonia sering
digunakan senyawa bukan protein (NPN).
Penggunaan NPN dalam ransum harus disertai dengan sumber energi yang mudah tersedia.
Asam amino dan peptida yang berasal
dari pencernaan protein mikroba atau protein pakan yang lolos degradasi dalam
rumen, setelah diserap oleh villi usus halus, akan dimetabolisme melalui dua jalur yaitu
anabolisme dan katabolisme. Pada proses
anabolisme asam –asam amino akan digunakan untuk sintesis protein, sedangkan
pada proses katabolisme, protein akan dirombak
menjadi senyawa sederhana dan urea. Sebagian urea ini akan kembali ke rumen
melalui saliva atau dinding rumen dan sebagaian lagi akan dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk urine.
Efisiensi penggunaan protein
pakan sangat ditentukan oleh intensitas proses anabolisme dan katabolisme.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses anabolisme dan katabolisme protein
adalah : 1). Kecukupan asam-asam amino,2) kecukupan konsumsi energy, 3) Status nutrisi dan fisiologis ternak, 4) pembentukan
jaringan, 4) kontrol oleh
hormon. Aktivitas proses anabolisme dan
katabolisme protein dalam tubuh, bisa dipantau dengan mengukur neraca nitrogen atau
retensi nitrogen. Retensi nitrogen
adalah selisih antara konsumsi nitrogen dengan nitrogen yang dikeluarkan melalui feses dan urine.
Neraca nitrogen dalam tubuh bisa
bernilai positif, nol atau negatif .
Bila Neraca nitrogen bernilai positif menunjukkan bahwa terjadi
pertambahan protein jaringan tubuh atau pembentukan jaringan baru, Bila nilainya sama dengan nol hal tersebut
berarti terjadi keseimbangan antara proses anabolisme dan proaes katabolisme
dalam tubuh, tetapi
apabila neraca nitrogen bernilai negative, ini berarti terjadi kehilangan nitrogen dalam tubuh
melalui proses katabolisme akibat konsumsi nitrogen atau protein dari pakan
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ternak.
PENCERNAAN LEMAK
PADA RUMINANSIA
Lemak merupakan sumber energy penting dalam ransum ternak
ruminansia. Beberapa tahun terakhir ada
kecendrungan menggunakan suplementasi
lemak untuk meningkatkan kandungan energy ransum. Lemak adalah merupakan zat makanan yang
biasanya terdapat dalam jumlah kecil dalam makanan ternak (50 gram/kg BK). Pada pakan ternak ruminansia, lemak terdapat dalam hijauan maupun konsentrat.
Kandungan lemak dalam hijauan pakan berkisar 3-10 % yang terdiri dari glukolipid. Pakan hijauan dan biji-bijian umumnya berbentuk lemak
tidak jenuh. Lemak pada daun didominasi oleh
asam linolenat, linoleat dan oleat.
Lemak dalam konsentrat (biji-bijian) kaya kandungan asam linoleat. Untuk memenuhi kebutuhan ternak akan energi
sering petani
menambahakan minyak dalam ransum. Lemak mengandung
energi yang tinggi dan merupakan sumber energi yang murah dibandingkan zat makanan lain seperti karbohidrat. Sering dipertanyakan apakan kualitas ransum
atau kualitas produk yang dihasilkan (susu dan daging) dipengaruhi oleh
suplementasi lemak. Jawabannya sangat
tergantung pada jenis ternak dan tipe produksi.
Hubungan lemak ransum dengan lemak yang terdapat pada produk, berbeda antara ternak non ruminansia dan
ruminansia, juga antara ternak muda dan ternak dewasa.
Pencernaan Lemak Dalam Rumen
Lemak yang terdapat dalam rumen ternak ruminansia terdiri atas lemak pakan (80,3 %), lemak ptotozoa (15,6 %) dan lemak bakteri (4,3 %).
Metabolisme lemak dalam rumen memiliki dampak yang besar terhadap profil
asam lemak yang tersedia untuk diserap dan digunakan oleh jaringan tubuh
ternak. Pencernaan lemak pada ternak
ruminansia dimulai didalam rumen. Lemak dalam rumen akan mengalamidua proses
penting yaitu hidrolisis dan biohidrogenasi (Gambar.3.9)
3.2.1.
Hidrolisis
(Lipolisis)
Pertama kali lemak dari pakan masuk ke dalam rumen maka langkah awal dari
metabolisme lemak adalah hidrolisis ikatan ester dari triglicerida,
phospholipid dan glikolipid. Hidrolisis
dari lemak pakan umumnya dilakukan oleh bakteri rumen, dan sangat sedikit
sekali bukti yang meninjukkan keterlibatan protozoa dan fungi dalam hidrolisis
lemak. Proses hidrolisis (lipolisis)
lemak dalam rumen oleh lipase mikroba rumen, akan menghasilkan asam lemak, gliserol dan
galaktosa yang siap dimetabilisme lebih lanjut oleh bakteri rumen. Asam
lemak tak jenuh (linoleat dan linolenat) akan dipisahkan dari kombinasi ester, galaktosa
dan gliserol dan akan
difermentasi menjadi VFA. Bakteri yang paling berperan dalam hidrolis lemak
adalah Anaerovibrio lipolytica yang
menghidrolisis trigliserida dan Butyrivibrio fibrisolvens yang berperan dalam menghidrolisis phospholipid dan glikolipid. Proses
hidrolisis. dalam rumen berlangsung
cukup tinggi namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatannya seperti
meningkatnya level lemak dalam ransum maka hidrolisis menurun, pH rumen yang
rendah dan ionophor yang menghambat aktivitas dan pertumbuhan bakteri.
Hidrogenasi
Hidrogenasi terjadi
pada asam lemak tak jenuh bebas yang dilepaskan dalam proses hidrolisis lemak
dalam rumen. Langkah pertama dari proses biohidrogenasi ini adalah isomerisasi
dari bentuk cis menjadi bentuk trans. Hidrogenasi ini menyebabkan pengurangan
asam lemak tak jenuh dengan hasil akhir asam lemak jenuh (stearat =C18). Hidrogenasi
umumnya terjadi pada tingkat lebih lambat dari
lipolisis, namun asam lemak tak jenuh ganda sedikit yang hadir dalam rumen.
lipolisis, namun asam lemak tak jenuh ganda sedikit yang hadir dalam rumen.
Sebagian
besar asam lemak esensial akan rusak oleh karena proses biohidrogenasi, namun
ternak tidak mengalami defisiensi. Sebagian kecil asam lemak esensial yang
lolos dari proses di dalam rumen, sudah dapat memenuhi kebutuhan ternak.
Gambar 3.9. Proses hidrolisis dan biohidrogenasi
Lemak dalam rumen
Kebanyakan
lipid pada ruminan masuk ke duodenum sebagai asam lemak
bebas dengan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Monogliserida adalah
asam lemak yang dominan pada
monogastrik. Pada
ruminan lemak mengalami
hidrolisis di dalam rumen, sehingga sangat sedikit terdapat pada ternak
ruminan.
Sintesis Lemak oleh Bakteri Rumen
Mikroba
rumen juga mampu mensintesis beberapa asam lemak rantai panjang dari propionat
dan asam lemak rantai cabang dari kerangka karbon asam-asam amino valin, leusin
dan isoleusin. Asam-asam lemak tersebut akan diinkorporasikan ke dalam lemak
susu dan lemak tubuh ruminansia.
Penyerapan Lemak pada Ternak ruminansia
Asam lemak
hasil hidrolisis yang
berantai pendek ( <
C12) diserap oleh dinding rumen (Gambar
3.10). Asam lemak rantai panjang
masuk ke sel-sel epithelium dan diserap diusus halus. Di usus halus lemak dihidrolisis menjadi
monogliserida dan asam lemak bebas oleh enzim lipase pankreas. Asam lemak rantai pendek diserap sel mukosa
usus. Monogliserida dan asam
lemak tak larut membentuk misel untuk
dapat melewati dinding usus. Asam lemak C14
membentuk triasil gliserol dalam sel epithelium usus. Triasil
gleserol, fosfolipid dan kolesterol membentuk kilomikron dan masuk ke peredaran
darah untuk diedarkan ke
seluruh tubuh.
.
Gambar 3.10. Penyerapan Lemak pada Ruminansia (Baldwin,and Allison . 1983)
Ruminansia
muda mempunyai kemampuan untuk mengkonversi glukosa menjadi asam lemak, namun
ketika rumen berfungsi, kemampuan itu hilang dan asetat menjadi sumber karbon
utama yang digunakan untuk mensintesis asam-asam lemak. Asetat akan didifusi
masuk ke dalam darah dari rumen dan dikonversi di jaringan menjadi asetil-CoA,
dengan energi berasal dari hidrolisis ATP menjadi AMP. Jalur ini terjadi di
tempat penyimpanan lemak tubuh yaitu jaringan adiposa (di bawah kulit, jantung
dan ginjal). Konversi asetil-CoA menjadi asam-asam lemak rantai panjang sama
terjadinya antara ruminan dan monogastrik
daftar pustakanya mana mba? harus ny di cantumin mba
BalasHapusinfo berguna, sayang kepustakaannya tidak tercantum
BalasHapusLumayan
BalasHapussangat membantu, tapi pustakanya ditambahin dong mbaa hehehe
BalasHapusMantab's
BalasHapus