Rabu, 19 Februari 2014

HETEROSIS



Heterosis

1. Pengertian
Heterosis disebut juga sebagai hybrid, adalah Perbedaan antara rata –rata hasil keturunan dari suatu persilangan dengan rata –rata hasil dari tipe tertuanya. Heterosis bukan mengacu pada penggabungan dua sifat baik dari kedua tetua kepada keturunan hasil persilangan, melainkan pada "lonjakan"/penyimpangan dari penampilan yang diharapkan dari penggabungan dua sifat yang dibawa kedua tetuanya. Contoh paling jelas adalah pada jagung hibrida. Penyimpangan ini sebagian besar bersifat positif, dalam arti melebihi rata-rata penampilan kedua tetuanya dan menunjukkan daya pertumbuhan (vigor) yang lebih besar. Dalam keadaan demikian (positif), heterosis dapat dinyatakan dengan istilah hybrid vigor. Silangan yang menunjukkan heterosis diketahui memiliki postur yang lebih besar, fertilitas yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih cepat, serta ketahanan terhadap penyakit yang lebih baik dari pada rata-rata tetuanya.
Sebagian besar ahli sepakat bahwa gejala heterosis adalah kebalikan dari gejala depresi kawin-sekerabat (inbreeding depression), yaitu efek penurunan penampilan pada individu keturunan perkawinan sekerabat.

2. Penemuan
Catatan pertama tentang hybrid dibuat oleh Kolreuter yang pada tahun 1766 melaporkan hasil persilangan pada Nicotiana, Dianthus, Datura, dan beberapa tumbuhan lainnya. Gregor Mendel, dalam eksperimen persilangannya juga melaporkan (1865) adanya peningkatan tinggi tanaman pada generasi persilangan. Gejala heterosis pertama kali diamati secara sistematik oleh Charles Darwin, khususnya dalam buku klasiknya, The Effects of Cross and Self-fertilisation in the Vegetable Kingdom (1876)[1], meskipun sejumlah peneliti dan praktisi yang lebih awal diketahui telah mengetahui dan mendokumentasikannya. Dalam berbagai seri persilangan tanaman yang dilakukannya, Darwin mengemukakan bahwa persilangan antara dua galur tanaman memberikan keturunan yang penampilannya lebih baik dan bahwa pembuahan sendiri memberikan pengaruh yang merugikan bagi generasi keturunannya. Walaupun demikian, ia tidak memberikan penjelasan tuntas mengapa hal ini terjadi karena pada masanya prinsip pewarisan genetik belum terumuskan.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 sejumlah peneliti pertanian Amerika Serikat melakukan eksperimen yang melibatkan ribuan persilangan menggunakan galur-galur jagung di daerah cornbelt dan mendapati hasil yang serupa dengan yang dilakukan Darwin; pada beberapa pasangan persilangan bahkan melebihi penampilan tetua terbaiknya. Perbaikan penampilan ini akan menyusut secara drastis pada generasi F2 apabila generasi F1 ini diserbuki sendiri (selfing) dan seterusnya hingga pada generasi F6 atau F7 rerata penampilannya kembali seperti kedua tetuanya. Apabila galur-galur generasi lanjut ini disilangkan, gejala serupa seperti generasi F1 kembali teramati. Para peneliti yang terlibat dalam eksperimen besar inilah (di antaranya Beal, Shull, dan East) yang kemudian memberikan penjelasan genetis atas gejala ini, menggunakan teori berbasis Hukum Mendel, yang masih relatif baru pada masa itu.

3. Penjelasan genetis
Berdasarkan Hukum Mendel dan teori genetika kuantitatif yang mulai berkembang pesat pada masa itu muncullah dua teori utama yang menjelaskan dasar genetik heterosis dari tim peneliti tersebut. Teori pertama dikemukakan oleh E.M. East(1908)[2] dan G.H. Shull (1908)[3], disebut teori dominans-berlebih (overdominance theory), dan yang kedua ditawarkan oleh Keeble dan Pellew (1910) [4] serta A.B. Bruce (1910) [5] dan dikenal sebagai teori keuntungan dominans ( advantage of dominance theory). Rasmusson (1933) selanjutnya menunjukkan kalau epistasis (interaksi antara gen-gen pada lokus yang berbeda) dapat pula menjelaskan gejala heterosis. Ketiga penjelasan genetis ini hingga sekarang masih memiliki pengikut dan kini semakin jelas bahwa ketiga teori tersebut dapat bekerja bersama-sama.


Penyebab genetis nya adalah :
1. Mungkin sebagian tergantung pada berkurangnya jumlah (atau bagian)
     individu homozigot resesif untuk pasangan gen dengan dominasi
     lengkap atao sebagian  dalam keturunan persilangan itu dibandingkan 
     dengan rata –rata tertuanya.
2. Tergantung pada peran gen dengan lewat dominasi dimana heterozigot
     lebih unggul dari kedua homozigot.
3. Tergantung pada interaksi epistatik dari pasangan –pasangan gen non
    alelik.

4. Macam-macam heterosis
Di kalangan pemuliaan atau penangkaran, heterosis seringkali dibedakan berdasarkan cara penentuannya, untuk kepentingan studi dan praktis.
Heterosis antara tetua (midparent heterosis) ditentukan sebagai penyimpangan penampilan keturunan F1 dari rata-rata tetuanya. Penentuan heterosis ini diperlukan untuk kepentingan kajian genetik namun kurang memiliki nilai praktis.
Heterosis tetua terbaik (best/high parent heterosis) dihitung sebagai selisih penampilan keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih baik. Istilah yang terakhir ini di kalangan pemuliaan tanaman juga disebut heterobeltiosis.
Heterosis standar digunakan pula dalam uji penampilan dan dihitung berdasarkan selisih penampilan hibrida dengan varietas standar.

Kedua pengertian heterosis terakhir ini lebih memiliki manfaat praktis.

5. Pemanfaatan
Heterosis adalah gejala genetis yang luas dimanfaatkan dalam pembentukan varietas unggul tanaman maupun biakan unggul hewan ternak atau timangan.
Sejak awal abad ke-20 gejala heterosis telah dimanfaatkan dalam perakitan varietas hibrida. Berbagai studi terhadap persilangan jagung yang dilaporkan oleh Shull dan East pada tahun 1908 dan Jones (1918), dimulailah revolusi pertanian di Amerika Serikat dengan dipasarkannya varietas jagung hibrida pada tahun 1920-an, yang langsung menguasai pangsa penanaman hanya dalam waktu singkat. Penggunaan varietas hibrida meluas pada tanaman ekonomis lainnya, seperti bit gula, bunga matahari, sorgum, kapas, milet mutiara, kelapa, kakao, kanola, padi, serta berbagai tanaman hortikultura (terutama sayuran dan tanaman hias, serta beberapa tanaman buah-buahan).
Pemanfaatan pada ternak baru dilakukan belakangan mengingat kesulitan dalam pembentukan galur murni. Produksi biakan hibrida dimulai pada ayam, lalu diikuti oleh beberapa hewan ternak lainnya.
Pemanfaatan gejala heterosis melalui produksi varietas hibrida dianggap menjadi bagian dari revolusi pangan pada abad ke-20.

             

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar